Minggu, 27 Mei 2012


SEJARAH JEMBER
Sekalipun masih ada pihak-pihak dari masyarakat yang mempersoalkan kelahiran
kota Jember dengan versi ataupun pendapat yang lain, namun dengan tidak
mengurangi rasa hormat tentang perbedaan ini, penulis hanya ingin
mengungkapkan fakta sesuai dengan kemampuan, sumber data terpercaya,
mereka-mereka para kakek-nenek dan buyut, yang masih peduli dengan Jember
yang dimiliki. Walaupun secara resmi Kabupaten Jember dinyatakan lahir tahun
1928, namun situasi dan kondisi daerah sampai dengan lahirnya kemerdekaan Rl

tahun 1945 belum begitu nampak terjadinya perubahan yang signifikan. Sehingga
ketika tulisan ini dimulai dari hari yang bersejarah tersebut, tidak akan mengalami
pergeseran yang berarti. Saat proklamasi dikumandangkan oleh Presiden Soekarno
lewat radio (RRI) sebagai satu-satunya alat informasi dan komunikasi yang ada ,
orang-orang pada berkumpul di depan kantor Pasar Tanjung yang dulu belum
mempunyai nama dan hanya disebut pasar Jember, karena nama tersebut baru
diwujudkan setelah tumbangnya Orde Lama ke Orde Baru seputar tahun 1966, yang
diambil dari nama Jalan sebelah Barat yang sekarang bernama Jl. HOS
Cokroaminoto’. Orang-orang / masyarakat Jember pada saat itu berkumpul di
halaman Pasar Tanjung hanya sekedar ingin mendengarsiaran-siaran Pemerintah?
Karena satu-satunya alat komunikasi dan informasi hanya lewat radio yang’
dikumandangkan di kantor Pasar Tanjung. Masyarakat pada waktu itu tidak ada
yang memiliki radio. Di situlah mereka bertemu dan bersilaturrahmi antar kampung
di sekitar Pasar Tanjung. Pusat keramaian Kota Jember pada tahun 50-an hanya
berkisar di Pasar Tanjung sampai dengan Jl. Raya Sultan Agung lewat Jalan
Diponegoro yang dahulu bernama jalan Imam Syafi’i. Pasar Tanjung dibuka hanya
pagi sampai sore hari (dulu masyarakat menyebut sampai dengan waktu Ashar),
karena setelah memasukijam 17.00, pasar Tanjung yang dikelilingi oleh pagar
kawat berduri ditutup total, sehingga tidak ada kegiatan pasar sama sekali. Di
depan kantor pasar yang terietak di bagian Selatan masih tersisa lahan begitu luas
yang sekarang sudah berdiri sebuah bangunan pertokoan di bawah Water Tower.
Saat itu lahan tersebut digunakan pasar sore. Sedangkan pagi sampai sore hari
dipakai untuk terminal bis bagian Timur, sedangkan sebelah Barat adalah terminal
opiet, yakni sejenis angkutan mobil penumpang dan Jember ke daerah Kecamatan
dengan menelusuri jalan kabupaten yang pada umumnya diaspal separo jalan dan
selebihnya adalah makadam. Sebelah Barat dan Utara pasar adalah terminal dokar,
yakni angkutan penumpang kereta yang ditarik seekor kuda antar Kecamatan
terdekat dengan kota Jember. Terminal bis dan angkutan kota yang sekarang
bernama Tawang Alun dan terletak di daerah Kaiwining Kecamatan Rambipuji, telah
mengalami perpindahan tiga kali. Yakni dari Pasar Tanjung pindah ke jalan
Cokroaminoto yang sekarang telah dibangun kantor Telkom, kemudian pindah lagi
sekitar tahun 1968 ke daerah Gebang di jalan Kenanga, baru yang terakhir sekitar
tahun 80-an dipindahkan ke Kaliwining Rambipuji yang dulu adalah sebuah lahan
tempat parkir kendaraan-kendaraan militer yang didatangkan dari Rusia (UniSoviet). Memasuki kota Jember dari arah Barat melalui patung dr. Soebandi yang
terletak di jalan double way Gajah Mada yang pada malam hari, menyuguhkan
keindahan kota dengan berbagai tatanan lampu hias yang membujur sampai di
pertigaan jalan Cokroaminoto, dahulu ditahun 50-an sampai dibangunnya double
way oleh Pemerintah Daerah di bawah Bupati’Abdoel Hadi sangat sepi dan
termasuk wilayah luar kota dan masih terlihat sebagian besar tanah persawahan.
Yang dimaksud kota Jember pada waktu itu di tahun 50-an hanyalah Pasar Tanjung
ke arah Barat sampai pertigaan Cokroaminoto / Gajahmada belok ke arah Timur ke
Jalan Raya Sultan Agung sampai alun-alun terus ke selatan jalan Ahmad Yani
(Temba’an) sampai ke pertigaan jalan Trunojoyo dan kembali ke pasar Tanjung.
Terbukti daerah-daerah yang berbatasan dengan kota Jember seperti MangU,
Patrang, Sumbersari, Sukorejo, Kebonsari, Tegal Besar dan Sukorambi apabila
hendak bepergian ke pasar Tanjung selalu menyebut ke Pasar Jember.
Gedung-gedung perkantoran dan mesjid yang terletak begitu megah diseputar
alun-alun kota Jember telah banyak mengalami perubahan, pergantian dan
renovasi. Bank Mandiri yang dulu bernama Bank Bumi Daya bagian Utara
sebelumnya adalah Kantor NahdIatuI Ulama Cabang Jember, Rumah Dinas Bupati
yang sekarang (Wahyawibawagraha), sebelumnya adalah markas militer yang pada
masa pemerintahan Bupati Abdul Hadi dipindah tangankan kemudian dibangun
sebagai Wisma Daerah, di sebelah Timurnya terletak kantor Pos yang sebelumnya
adalah Kantor Pos, Telepon dan Telegrap menjadi satu, sedangkan sebelah
Timurnya terletak kantor Bank BNI ‘46 Cabang Jember yang dibangun sekitar tahun
1960-an telah mengalami renovasi sekitar tahun 1990-an sehingga nampak seperti
sekarang ini. Kantor Dinas Bupati Jember yang menempati lahan sebelah Timur BNI
‘46 dahulu adalah Kantor Pengadilan Negeri yang telah dipindahkan tangan ke
pihak swasta sekitar tahun 80-an kemudian dibangun Kantor Bank BHS yang tidak
terselesaikan, akhirnya dibeli oleh Pemerintah Kabupaten Jember, dijadikan Kantor
Bupati dan sempat ramai dipermasalahkan oleh masyarakat karena kurang
bermanfaat, yang menelan biaya begitu besar. Sedang gedung penjara, tidak
mengalami perubahan sejak berdiri darijaman Belanda. Adapun kantor BRI yang
berdiri dijalan Ahmad Yani sebelah timur alun-alun sebelumnya adalah sebuah
Hotel Jember yang tidak terurus karena pemiliknya adalah seorang warga negara
Belanda yang akhirnya berpindah tangan menjadi BRI Cabang Jember yang
sebelumnya menempati bangunan di jalan Kartini berhadapan dengan Gereja
Katholik St. Yusup. Kantor Bank Mandiri yang terletak disebelah timur alun-alun
yang sebelumnya bernama Bank EXIM dahulu adalah sebuah kantor markas CPM
sampai batas Bank Jatim. CPM saat itu dipindahkan ke Sukorejo sampai sekarang.
Kantor Bank BTN (Bank Tabungan Negara) yang menempati sebelah selatan Bank
Jatim sebelumnya adalah Gedung Bank Indonesia yang sekarang pindah ke Jalan
Gajah Mada. Lokasi ini sebelum dibangun kantor Bl tahun 1950-an adalah lahan
kosong yang dipergunakan sebagai TPS (Tempat Pembuangan Sampan). Kantor
Pemerintah Kabupaten Jember yang nampak begitu megah terletak di sebelah
Selatan alun-alun dibangun pada awal era Orde Baru sekitar tahun 70-an di bawah
Bupati Abdul Hadi yang banyak berjasa pada pembangunan daerah Kabupaten
Jember antara lain Kantor Pemerintah Kabupaten, Masjid Jamik Al BaitulAmin,
Double Way Kaliwates, lapangan Golf Glantangan dan Pembangunan PasarTanjung.
Pada waktu itu Kantor Pemerintah Daerah hanya menempati lokasi sebelah Timur
menghadap jalan Ahmad Yani menjadi satu dengan Kantor DPRD yang sekarang
telah dipindahkan kejalan Kalimantan Tegalboto, sedang lahan sebelah Barat kantor
Pemda adalah Rumah Dinas Bupati dengan halaman begitu luas, sehingga sering
dipakai kegiatan kepanduan (sekarang bernama Pramuka) dari berbagai kelompok
kepanduan yang ada di Jember antara lain Pandu KBI (Kepanduan Bangsa
Indonesia), Pandu Rakyat, Pandu SIAP dan Pandu Ansor. Di depan Kantor Pemda
terhampar alun-alun kota dahulu di tengah-tengah tumbuh pohon beringin sangat
besar sekali yang ditebang di era tahun 70-an. Disitulah Presiden kita yang pertama
yakni Ir. Soekarno pernah berpidato pada tahun 1956 atas kunjungannya ke
Jember. Disebelah barat aloon-aloon berdiri sebuah me’sjid yang begitu arsitektur
yang dibangun dibawah koordinasi Bupati Abdul Hadi. Mesjid ini selain dibiayai
Pemerintah Daerah, juga berasal dari masyarakat, karena Bupati memerintahkan
para kepala desa untuk ikut berpartisipasi dengan mendorong masyarakat
memberikan sumbangan. Ternyata respon masyarakat begitu besar, mereka
berbondong-bondong memberikan sumbangan material berupa kelapa yang
dikumpulkan kepala desa dan dijual, ( hasilnya disumbangkan untuk pembangunan
mesjid Jami’ ) AI-BaituI Amin. Sebelum dibangun mesjid, tempat ini adalah kantor
kawedanan (pembantu bupati), sedang mesjid sebelah ( selatan adalah mesjid lama
yang dibangun pada jaman penjajahan Belanda dan tidak dibongkar karena
mempunyai nilai historis. Perbatasan kota bagian Selatan sebelah Timur adalah
sampai ke Jembatan “Gladak Kembar” yang pada waktu itu hanya merupakan jalan
Jembatan kecil dan sangat terjal sekali, sehingga berat muatan kendaraan tidak
boleh lebih dari 3 ton. Disebut “Gladak Kembar” sebab Jembatan bagian sebelah
Barat hanya untuk kendaraan kecil (dokar dan sepeda serta becak), sedang
belahan bagian Timur untuk kendaraan berat bermesin (truk, bus dan sedan). Di
sebelah Timur yakni jalan Piere Tendean terietak.. gedung yang terkenal dengan
sebutan SMAN Negeri I, gedung-gedung disekitarnya yakni Gedung Perpustakaan
Daerah, Gedung Imigrasi, Gedung Kantor Perikanan, Gedung Kejaksaan sampai ke
Gedung RRI dahulu di tahun 50-an adalah sebuah lapangan sep.ak bola. Depan
SMAN I di seberang jalan, saat ini berdiri sebuah Puskesmas, dahulu adalah tempat
pasar sapi mingguan, sehingga namanya menjadi “Pasar Sabtuan” dan baru
dipindahkan seputar; tahun 66 ke daerah Muktisari, disebelah Selatan markas
Armed 08, yang akhirnya mengalami perpindahan di daerah Kecamatan Jenggawah.
Markas Armed sebelumnya adalah markas Batalion Infantri 509 yang dipindah
sekitar tahun 60-an ke daerah Sukorejo (4 km) dariAlun-alun kota. Di markas ini
pula pernah sempat berdiri sebuah Sekolah Pendidikan Guru yang dikenal dengan
sebutan “Normal School” dan oleh karenanya, wilayah ini sering mendapat sebutan
normal. Kembali kita ke jalan Trunojoyo dan terlihat ada bangunan gedung “GNI”.
Gedung ini dahulu adalah gedung pertemuan untuk umum milik sebuah yayasan
yang diketuai Bapak Soedjarwo, Mantan Bupati Kepala Daerah Jember tahun 1960.
Tanah seluas ±1,5 hektar terbentang dari jalan, Trunojoyo dan sudah dibangun
perkantoran dan pertokoan, sebelum tahun 1955 merupakan lapangan sepak bola
yang terkenal dengan sebutan DSP (bahasa Belanda), yang sering digunakan untuk
“Kerapan Sapi”, sedangkan di seberang jalan • sebelah Utara Trunojoyo yang
sekarang berdiri bangunan “Jember Business Center”, kecuali SMA Katholik Santo Paulus, pada tahun 1950 adalah persawahan sampai ke . arah Timur depan Pasar
Kepatihan Di depan Pasar Tanjung terietak sebuah jalan KH. Shiddiq. Nama jalan ini
diambil dari nama seorang Ulama besar yang konon adalah yang “babatalas” Kota
Jember, yang melahirkan tokoh-tokoh Ulama KH. Machfudz Shidiq yang sempat
menjadi delegasi pada pertemuan Ulama sedunia di Jepang i tahun 1930-an dan
KH. Achmad Shiddiq yang pernah dipercaya menduduki jabatan Ketua Surriah NU di
tahun 1990-an dan pernah memimpin delegasi Ulama NU Jawa Timur menghadap
Presiden Soekarno untuk menyampaikan sikap Ulama Jawa Timur terhadap
peristiwa G 30 S dan partai PKI, yang telah melakukan kudeta terhadap Negara Rl.
Batas kota di jalan KH. Shiddiq ini di tahun 50 an hanya sampai pada lapangan
sepak bola Talangsari. Sedangkan ke arah Selatan selebihnya adalah hamparan
sawah sampai batas sungai Bedadung yang berbatasan dengan desa Tegal Besar
yang pada waktu itu jembatan belum dibangun. Sehingga penduduk yang berada di
sekitar jembatan Bedadung sekarang apabila hendak bepergian ke Pasar Tanjung
harus melingkar melalui jalan Suprapto (Kebon Sari). Kemudian dari jalan KH.
Shiddiq menelusuri jalan Sentot Prawirodirjo sampai ke jalan Gajah Mada dekat .
pompa bensin merupakan hamparan persawahan yang mutai dibangun perumahan
di seputar tahun 80 an. Beralih ke sebelah Barat Pasar Tanjung terletak sebuah
jalan Cokroaminoto yang sebelumnya bernama jalan Tanjung. Lokasi gedung
Telekomunikasi yang terietak di jalan ini telah mengalami pergantian fungsi
sebanyak tiga kali dan yang pertama adalah sampai i tahun 1960 adalah tempat
parkir Cikar (pedati yang ditarik oleh 2 ekor sapi, sedangkan 2 buah roda kanan kiri
terbuat dari kayu yang dilapisi besi) dan roda ini dibuat besar sekali sehingga
mengganggu kondisi jalan yang beraspal karena tidak dilapisi ban karet. Baru di
seputar. tahun 70-an kendaraan ini menjadi punah karena tidak layak pakai, sesuai
dengan perkembangan dan kemajuan jaman yang tidak memakai tenaga sapi lagi
sebagai alat angkutan. Oleh karenanya seluruh jalan kabupaten dibuat separo jalan
adalah makadam, yang khusus dilewati pedati. Kemudian sebelah Timur lokasi
parkir cikar ini yakni tepatnya di belakang toko sepatu H. Anwar Cokroaminoto /
jalan Samanhudi dan sekarang telah berdiri toko alat-alat tulis Putra Jaya adalah
tempat parkir dokar sampai tahun 50-an. Setelah itu menjelang tahun 1955
dijadikan markas atau sekretariat Partai Masjumi Cabang Jember. Pada Pemilu
pertama di Indonesia tahun 1955, kantor ini sangat ramai karena waktu itu,
Masjumi masih mengalami kejayaan yang pada akhirnya dibubarkan pemerintah di
tahun 1959. Di sebelah Barat Kantor Telkom sekarang di jalan Cokroaminoto
terdapat bangunan gedung sebagai tempat kegiatan Pusat Pelatihan Olah Raga
Bulu Tangkis ditahun 1960-an adalah tempat pemotongan sapi (jagal sapi) yang
sekarang telah pindah di Talangsari (jalan Sentot Prawirodirjo). Kita menuju Barat,
di jalan Gajah Mada sekitar Masjid Al Huda baru dibangun setelah usainya peristiwa
G 30 Sl PKI di tahun 1965. Saat itu satu-satunya kantor yang besar dan megah
hanyalah kantor PTP 26 (sekarang PTPN XII), yang dahulu di jamah Belanda sampai
awal kemerdekaan bernama LMOD, kemudian berganti nama jadi PNP (Perusahaan
Negara Perkebunan) dan akhirnya menjadi nama PTP Nusantara sekarang ini. Dari
Al Huda menuju .sebelah Utara yakni jalan Melati (sekarang) sebelumnya bernama
jalan Pattimura dikenal dengan sebutan Tumpeng sebagai daerah hitam (tempat
pelacuran) pertama yang legal tepatnya di belakang SD Negeri sebelah Selatan pasar Gebang. Pada umumnya masyarakat Jember waktu itu sangat malu
menyebut kata “Tumpeng” karena berkonotasi tempat pelacuran, dan sekitar tahun
60-an baru dipindahkan ke Kaliputih Rambipuji dan yang terakhir dipindahkan lagi
ke daerah Puger. Daerah ini dulu sangat sepi karena lokasi yang saat ini ditempati
pasar Gebang, dulu adalah pekuburan Belanda yang digusur Pemda.setempat
tahun 70-an. Sehingga pada malam hari sangat menakutkan dan jarang dilewati
orang. Sedang yang terakhir adalah perbatasan dengan daerah Patrang yang
terietak di daerah seputar perempatan Jl. PB Sudirman depan SMP Negeri 2.
Gedung SMP ini .dulu adalah Sekolah Rakyat (SR) Negeri Pagah yang juga dikenal
dengan sebutan SR Gudang Garam yang akhirnya dipindah menjadi SD Kompiek
Pagah I, II dan IV, letaknya tepat didepan Asuransi Jiwasraya. Saat ini sekolahan itu
berubah nama menjadi SD Jember Lor I,II, dan IV. Dt depan gedungSMPN2 dahulu
adalah sebuah kantor dan gudang garam (bukan rokok cap gudang garam) yang
telah berpindah tangan beberapa kali dan akhirnya menjadi tempat kursus
Technos. Oleh karenariya daerah ini dulu dikenal dengan sebutan “Gudang Garam”,
sedangkan perkampungannya di sebelah Timur BRI, Mandiri dan Bank Jatim dulu
dikenal dengan julukan “Wetan Kantor”, karena waktu itu perkantoran yang ada di
Jember hanyalah di seputar aloon-aloon. Dari perempatan SMP 2 ke arah sebelah
Timur sebelum sampai jembatan Semanggi, di bagian Utara jalan ada lahan kosong
yang dulunya sampai pada tahun 1960-an terkenal dengan sebutan nama “Glayer”,
yang sebenarnya adalah “Dryer” atau tempat pengeringan kayu olahan dan
penggergajian kayu yang besar sekali. Di tikungan pertigaan jalan depan RS Jember
Klinik dahulu terietak Kantor Sekretariat partai yang terkenal dengan sebutan PKI.
Dimana pada tanggal 2 Oktober 1965 dirusak dan dihabisi massa karena
keterlibatannya dengan peristiwa G 30 S/PKI. Namun di era menjelang tahun 70-an,
tempat ini tak terurus, sehingga terkesan menjadi hilang begitu saja. Adapun
jembatan yang dikenal dengan sebutan Semanggi, pada waktu itu belum dibangun
sampai tahun 60-an, sehingga penduduk di daerah Tegal Boto yang sekarang
menjadi wilayah kampus Universitas Jember apabila bepergian menuju kota Jember
harus naik perahu getek atau melingkar ke Utara melalui jembatan Soedjarwo yang
dibangun sekitar tahun 1970-an. Wilayah Tegal Boto saat itu masih merupakan
daerah persawahan dan tegal dan berpenduduk sedikit sekali yang tidak tersentuh
oleh kehidupan perkotaan. Di Selatan alun-alun ada jalan Ahmad Yani yang dikenal
dengan nama kampung Temba’an, dan ada satu lokasi depan Kantor Pemda
sebelah Timur yang sekarang telah dibangun pertokoan disebut perkampungan
“Undak-undak selikui” yang dikenal sebagai daerah hitam karena disini terdapat
tempat prostitusi (pelacuran) illegal yang beroperasi sampai tahun 60-an yang saat
ini nama lokasi ataupun tempat kegiatan prostitusi tersebut tidak lagi terdengar,
bahkan telah hilang dari ingatan masyarakat Jember. Sedangkan kampung
Temba’an yang berada di sebelah selatan sampai batas pertigaan jalan Trunojoyo,
di sebelah Timur perkampungan dekat sungai Bedadung di jaman penjajahan
Jepang dijadikan tempat latihan tembak, sehingga kemudian daerah tersebut
dikenal dengan nama kampung Temba’an. Setelah usai penjajahan Jepang, tempat
tersebut tidak lagi terpakai untuk kegiatan latihan tembak, namun sebutan nama
kampung Temba’an tidak bisa hilang begitu saja. KESENIAN dan OLAH RAGA Olah
raga terutama dunia sepak bola merupakan satu-satunya hiburan bagi masyarakat Jember, karena hiburan kesenian yang menonjol di Jember hanyalah mendengarkan
alunan musik orkes melayu yang dikumandangkan dari stasiun RRI dengan Klub
orkes Melayu yang terkenal saat itu yakni Bukit Siguntang dari Jakarta dengan
penyanyi terkenalnya seperti Husen Bawafi dan Mashabi, Begitu iuga dari Surabaya
dengan group musik orkes Melayu “Sinar Kumala” dengan penyanyi Ida Laila dan A.
Kadir yang tak kalah tenarnya dengan penyanyi Jakarta. Rata rata dalam satu
minggu sekali setelah berita dunia RRI pada jam 21.00 hampir seluruh
perkampungan dikota Jember jalanan menjadi sepi karena masyarakat kota Jember
berkumpul disatu tempat yang memiliki radio (karena tidak semua masyarakat
memiliki radio) semata mata hanya untuk mendengarkan lagu lagu Melayu yang
diperdengarkan dari kedua Orkes Melayu tersebut diatas. Masyarakat Jember
rupa-rupanya tidak memiliki spesifik kehidupan kesenian, karena penduduk Jember
rata-rata (mayoritas) adalah penduduk imigran dari Madura terbanyak dan
sebagian Jawa dari daerah sekitarnya yang rata-rata adalah pendatang pencari
kerja dan tidak membawa misi kesenian. Hampir bisa dipastikan ketika Jember
dinyatakan sebagai Daerah Kabupaten 78 tahun yang lalu tidak ada penduduk yang
lahir asli di Jember. Hiburan lain bagi penduduk Jember yang dapat dinikmati adalah
menonton film di bioskop-bioskop yang jumlahnya waktu itu ada sebanyak 8
gedung, yaitu gedung bioskop Grand yang terletak disebelah selatan mesjid Jamik
yang direnovasi sebelum tahun 60-an dan berganti nama menjadi Cathay. Namun
beberapa tahun kemudian mengalami kebakaran dan akhirnya dan tidak berfungsi
lagi. Gedung tersebut kemudian dijual dan akhirnya menjadi kantorTelkom sampai
saat ini. Yang kedua, gedung bioskop Kusuma, terletak di jalan Gatot Subroto
adalah satu-satunya yang masih beroperasi sampai saat ini. Gedung bioskop ini
mengalami pergantian nama beberapa kali, ketika pertama kali dibangun tatiun
1955 bernama bioskop Ambasador, kemudian berganti nama setelah pemerintah
melarang memakai nama asing, sehingga di tahun 60-an berganti nama menjadi
bioskop Duta, lalu berubah menjadi kusuma sampai saat ini.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar