Musim
Liburan hari raya mulai datang. Banyak instansi baik pemerintah ataupun swasta
meliburkan pegawai atau pekerjanya. Banyak agenda yang direncanakan oleh banyak
orang dalam menghadapi dan mengisi liburan hari raya ini. Mulai dari urusan
hiruk pikuknya mudik ke kampung halaman, urusan baju baru, kue kering, asesoris
pakaian, renovasi rumah hingga pernak perniknya. Liburan hari raya ini
mendorong masyarakat untuk ‘mengharuskan’ kegiatan tersebut di atas, hingga
uang THR langsung libas dalam hitungan menit bahkan detik, sampai-sampai
tabunganpun ikut ‘mensubsidi’ pagelaran dunia itu. Itulah realita masyarakat
kita. Terkadang terheran heran ketika melihat pasar tradisional, mall mall,
pertokoan ramai sesak oleh pembeli ketika mendekati hari raya. Bahkan terkesan
‘yang tidak ada, diada-adakan dan yang sudah ada lebih diada-adakan’ sehingga
orang jawa mengistilahkan ‘telasan’ atau dalam bahasa kita bisa dikatakan
‘habis-habisan’, ya… kalau dipikir kemungkinan juga habis-habisan betulan.
Nah,
diatas tadi urusan dalam menghadapi hiruk pikuk liburan hari raya. Sekarang
kita akan memperhatikan baner-baner di tengah jalan, pinggir-pinggir jalan
kampung. Baner ‘REUNI’ banyak menghiasi jalan-jalan. Moment ini memang efektif
diadakan ketika liburan hari raya karena hari liburnya hampir sama mulai
pekerja swasta maupun pekerja pemerintah. Mulai dari reuni SD, SMP, SMA,
perkumpulan remaja, club-club, kuliahan dan lain sebagainya, dari angkatan muda
sampai dengan angkatan yang ‘tuwir-tuwir’ juga tidak mau kalah.
Hakekat
reuni merupakan ajang silaturahmi antar teman, sahabat, keluarga demi
terjalinnya kerukunan dan kebersahabatan sehingga ‘jiwa korsa’ tersebut
seakan-akan tumbuh kembali dengan adanya ajang ini. Tujuan reuni sebenarnya
sangatlah mulia karena mampu menyatukan teman ataupun keluarga yang ‘kepaten
obor’ (terpisah) sehingga dapat terjalin kembali. Bahkan kalau reuni itu kita
niati dengan bersilaturrahmi maka seperti kata pak ustadz bahwa silaturrahmi mampu menambah rezeki dan
memperpanjang umur. Wahhh…. Keren bro!
Namun
apabila kita mau memperhatikan lebih dalam kegiatan rata-rata reuni saat ini,
maka akan terkesan pada sebuah tampilan peserta reuni yang cenderung “SHOW OF
FORCE” mungkin hanya kegiatan kumpul-kumpul, makan-makan, SMP (Sesudah Makan,
Pulang), NYANGLEH, (mare keNYANG, muLEH). Tidak ada kegiatan yang lebih berarti
dan bermakna. Yang lebih miris lagi ketika memperhatikan mereka-mereka yang
berkecukupan, yang dengan santainya membawa dan memperlihatkan perangkat
gatgetnya serta kendaraannya dengan pakaian yang serba wah yang mampu tergigit
jarinya bagi siapa-siapa yang melihatnya. Mungkin inilah salah satu penyebab
mengapa reuni tidak mampu menyedot perhatian dari semua kalangan, bahkan yang
datang dari tahun-ke tahun ya itu–itu saja sehingga tidak mampu menggapai dari
kalangan bawah sampai atas. Apakah ini yang akan diperoleh dalam acaran reuni?
Ini sebuah tantangan bagi para panitia reuni. Apabila salah meletakkan konsep reuni, maka yang akan terjadi hanyalah
kesan hubudunnya, ajang pamer, hibah, dan, bahkan malah menimbulkan sifat iri
dengki dari anggotanya sendiri. Jangan sampai dengan adanya acara reuni ini
malah akan menodai sucinya hari raya ini. Jangan sampai dengan acara reuni
malah akan menambah dosa dan menghapuskan kata maaf yang baru saja terucap. Menurut
saya Kemasan sebuah acara reuni harus mampu merangkul semua kalangan. Jangan
hanya terpacu pada target perolehan peserta yang hadir. Mungkin saat ini mulailah
dengan me-restrukturisasi acara reuni sehingga tujuan utama dari acara reuni
mampu tergapai optimal. Ayo kita mulai memikirkan dan merealisasikan format
acara reuni yang membawa manfaat berkah dan pahala bukan malah membawa dosa dan
masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar